Jangan jadikan Pernikahan suatu tujuan akhir


Akhirnyaaaa! Begitu komentar teman-teman Anda ketika akhirnya
Anda menyebarkan undangan pernikahan Anda. Selama ini Anda dikenal
sebagai perempuan cuek, yang tidak juga menampakkan tanda-tanda akan
menikah. Sehingga ketika akhirnya mengumumkan pernikahan, terlontarlah
kata tersebut.

Banyak perempuan menganggap menikah adalah suatu
tujuan dalam hidupnya. Hal ini umumnya dialami oleh perempuan yang
sejak kecil dibebani suatu konsep bahwa siklus hidup seseorang adalah
lahir, sekolah, bekerja, lalu menikah. Menikah di sini dijadikan suatu
tahapan akhir dalam siklus hidup tersebut, sehingga hidup perempuan
belum tuntas jika belum menikah. Akan menjadi penghalang besar ketika
perjalanan cinta perempuan tak semulus harapannya. Akhirnya, ketika
usianya semakin bertambah dan terus didesak untuk menikah, begitu
menemukan seorang pria yang dinilai cukup memenuhi syarat, perempuan
segera memutuskan untuk menikah.

Pada tahap ini, perempuan tentu menganggap bahwa tugasnya sebagai perempuan telah selesai. 
Tak akan ada lagi desakan atau tuntutan dari keluarga untuk menikah. Bagaimana hidup
akan berjalan setelah menikah adalah urusan nanti. Perempuan menjadi
lega karena telah berhasil mengubah statusnya dari lajang menjadi
menikah.

Perlu disadari bahwa keputusan untuk menikah adalah
suatu keputusan besar. Anda akan menjalani sisa hidup Anda bersama pria
yang Anda pilih ini. Dibutuhkan suatu komitmen untuk menjalani hidup
dalam susah dan senang, komitmen untuk memahami bagaimana kepribadian
pasangan Anda yang sesungguhnya, komitmen untuk mencari jalan keluar
bila terjadi masalah, dan tentunya komitmen untuk saling membahagiakan.
Artinya, dengan menikah Anda justru baru memasuki suatu babak baru
dalam kehidupan Anda. Tak percaya?

Bila biasanya Anda mengurus
diri sendiri, kini harus mengurusi suami, anak, dan ikut merawat dan
membantu biaya perawatan mertua Anda sakit. Anda harus mampu mengelola
keuangan agar mampu mencukupi kebutuhan pokok seperti biaya kesehatan,
sekolah anak, cicilan rumah dan mobil, dan lain-lainnya.  Anda juga
masih harus berkompromi dengan suami yang ternyata memiliki perbedaan
prinsip hidup. Begitu masa bulan madu berlalu, hal-hal itulah yang Anda
hadapi dalam rutinitas sehari-hari.  

Anda mungkin juga tak akan
menyadarinya, namun akan ada masalah yang muncul bila Anda menganggap
tujuan akhir dalam hidup Anda sudah terpenuhi dengan menikah:
1. Anda tidak merasa perlu lagi menghujaninya dengan perhatian, hal yang dulu selalu Anda lakukan untuk mengikatnya.
2. Anda merasa tak perlu lagi merawat diri untuk memikat seorang pria, karena
merasa sudah laku. Akhirnya, penampilan Anda begitu asal-asalan. Anda
tak peduli lagi dengan berat badan yang terus bertambah, muka kusam
karena kelelahan, atau berpakaian seadanya.
3. Anda merasa berat dalam menjalani tanggung jawab Anda sebagai istri, menantu, dan ibu.
Segalanya Anda anggap sebagai beban, sehingga membuat Anda stres.
4. Hal-hal baru yang Anda temui pada suami, seperti sifat-sifat dan kebiasaannya,
Anda anggap sebagai jebakan, karena tidak Anda lihat saat belum menikah.
5. Andamulai enggan bermesraan dengan suami, dari sekadar ngobrol hingga
berhubungan intim. Apalagi jika Anda menikahinya hanya supaya bisa
menikah.

Namun, Anda tidak perlu khawatir. Hal-hal di atas tidak
akan Anda alami jika Anda telah memahami betul mengapa Anda menikah.
Artinya, Anda telah mengetahui dan bersedia menerima semua tanggung
jawab Anda sebagai istri maupun ibu. Sehingga, tugas dan tanggung jawab
yang berat tersebut akan Anda jalani dengan senang. Karena bagaimana
pun, tujuan menikah adalah mendapatkan kebahagiaan.

0 komentar:

Posting Komentar